INFOGRAFIS 4
LATIHAN 4
INFOGRAFIS
Gede Aswina Budi Winaya
2102071006
Perancangan Infografis Sisyem Penamaan di Bali
Tradisi
penamaan di kalangan suku Bali merupakan suatu budaya yang unik, karena
berkaitan dengan jenis kelamin, urutan kelahiran, atau status kebangsawanan
(kasta). Dengan penamaan yang khas ini, masyarakat Bali dapat dengan mengetahui
kasta dan urutan kelahiran seseorang. Penerapan tradisi ini bukanlah hal yang
mutlak,mengingat bahwa tidak semua orang Bali mengikuti sistem penamaan ini.
Tidak jelas sejak kapan tradisi pemberian nama depan ini mulai ada di Bali.
Menurut pakar linguistik dari Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Jendra,
S.U., nama depan itu pertama kali disebutkan dalam catatan sejarah bertarikh
abad ke-14, yakni pada masa pemerintahan Raja Gelgel "Dalem Ketut Kresna
Kepakisan", putra keempat Danghyang Kepakisan, yang dinobatkan oleh Gajah
Mada untuk menjabat sebagai pemimpin Bali, yang saat itu merupakan vasal
Majapahit. Namun, Prof. Jendra belum dapat memastikan apakah tradisi pemberian
nama depan itu sebagai pengaruh Majapahit atau bukan.
Sistem Kasta
Orang
Bali mengenal sistem kasta yang diwariskan dari zaman leluhur mereka, yang
dahulu mengindikasikan keistimewaan peran seseorang dalam masyarakat. Meskipun
kini tidak lagi diterapkan secara kaku sebagaimana pada masa lampau, dalam
beberapa hal keistimewaan tersebut masih dipertahankan, misalnya dalam upacara
dan perkawinan adat Bali, masih dikenal pembedaan berdasarkan garis keturunan
leluhur. Sistem kasta itu pun masih dipertahankan dalam tradisi penamaan orang
Bali.
1. Keturunan dari kasta brahmana biasanya diawali dengan gelar Ida atau Ida Bagus untuk laki-laki, dan Ida Ayu (disingkat Dayu) untuk perempuan. Pada masa lalu, kasta brahmana adalah golongan rohaniwan atau pemuka agama, yaitu pendeta, pedanda, beserta keluarganya. Mereka tinggal di suatu kompleks hunian yang disebut griya, diwariskan berdasarkan garis keturunan leluhur mereka pada masa lalu. Sekarang, tidak semua keturunan brahmana berprofesi sebagai pemuka agama. Mereka sudah masuk ke dalam berbagai lapangan pekerjaan dan tidak semua keturunannya masih menetap di griya.
2. Keturunan dari kasta kesatria biasanya diawali dengan gelar Anak Agung (disingkat Gung), Cokorda (disingkat Cok), I Gusti Agung. Mereka umumnya keturunan raja dan tinggal di puri atau sekitar puri, yaitu kediaman leluhur mereka (bangsawan Bali) yang memerintah atau mengabdi pada masa lalu. Bagaimanapun, ada sebagian golongan kesatria yang tinggal di luar puri. Dalam kasta ini juga ada yang menggunakan gelar I Dewa, atau Dewa Ayu untuk perempuan. Umumnya mereka adalah keturunan pejabat puri pada masa lalu. Pada mulanya, kasta kesatria merupakan orang-orang dengan profesi di bidang pemerintahan, baik sebagai raja, menteri, pejabat militer, bupati, maupun abdi keraton. Saat ini, keturunan kasta kesatria bekerja dalam berbagai macam profesi dan jabatan.
3. Keturunan kasta Waisya biasanya diawali dengan gelar Ngakan, Kompyang, Sang, atau Si. Pada masa lalu, orang dari kasta ini bekerja di bidang niaga dan industri. Kini, sebagian keturunan waisya tidak lagi menggunakan nama depannya, terkait banyaknya asimilasi kelompok ini dengan kaum sudra pada masa lalu. Di samping itu, sekarang keturunan waisya tidak lagi mendominasi bidang niaga dan industri, sebagaimana profesi leluhur mereka pada masa lalu. Mereka kini bekerja di berbagai bidang.
4. Keturunan
kasta sudra dicirikan dengan nama tanpa gelar kebangsawanan sebagaimana
tersebut di atas, melainkan langsung mengacu pada urutan kelahiran sesuai
tradisi Bali, seperti: Wayan, Putu, Gede, Made, Kadek, Nengah, Nyoman, Komang,
dan Ketut. Pada masa lampau, golongan sudra terdiri dari buruh dan petani.
Kini, golongan sudra sudah bekerja di berbagai profesi, mulai dari
pejabatnegara hingga buruh kasar.
Jenis Kelamin
Orang
Bali mengenal tradisi pemberian imbuhan nama untuk mencirikan jenis kelamin,
yaitu awalan "I" untuk nama anak laki-laki, dan awalan "Ni"
untuk nama anak perempuan. Contoh: I Gede…, Ni Made…, I Dewa…, Ni Nyoman…, dsb.
Bentuk honorifik dari "I" adalah "Ida" (dibaca
[[Bantuan:Pengucapan|[id̪ə]]]), digunakan untuk keturunan bangsawan, misalnya:
Ida Cokorda. Pada beberapa nama untuk orang berkasta sudra (rakyat jelata), ada
yang cocok ditambahkan "Luh" untuk mengindikasikan perempuan (luh
berarti "perempuan" dalam bahasa Bali), contoh: Luh Gede…, Luh Made…,
Luh Nyoman…, dsb.Untuk kasta selain sudra, mereka menggunakan kata
"Ayu" (ayu berarti "jelita" dalam bahasa Bali) daripada
"Luh", contoh: I Gusti Ayu…, Dewa Ayu…, Sang Ayu…, dsb. Bagaimanapun,
kata "Ayu" juga dapat diterapkan untuk kasta sudra, misalnya: Made
Ayu…, Putu Ayu…, Komang Ayu…, dsb. Untuk kasta selain sudra, biasanya mereka
juga sering menambahkan kata "Istri" sebagai padanan kata
"Ayu" (istri berarti "wanita" dalam bahasa Bali), contoh:
Cokorda Istri…, Anak Agung Istri…, dsb.
Urutan Kelahiran
Orang
Bali menggunakan tata cara penamaan yang mencirikan urutan kelahiran anak. Hal
ini menjadi ciri khas kebudayaan suku Bali yang tak dikenal di tempat lainnya.
1. Anak pertama diberi nama depan Wayan, berasal dari kata wayahan yang artinya "lebih tua". Selain Wayan, nama depan untuk anak pertama juga sering digunakan adalah Putu dan Gede. Kata putu artinya "cucu", sedangkan gede artinya "besar". Nama Gede cenderung digunakan kepada anak laki-laki saja, sementara untuk anak perempuan jarang digunakan. Untuk anak perempuan, ditambahkan kata Luh pada nama "Gede". Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan kata Wayan maupun Gede. Mereka lebih memilih menggunakan nama Putu.
2. Anak kedua diberi nama depan Made (madé), berasal dari kata madya yang berarti "tengah". Di beberapa daerah di Bali, anak kedua juga dapat diberi nama depan Nengah yang juga diambil dari kata "tengah". Ada pula nama Kade atau Kadek, bentuk variasi dari Made. Ada hipotesis bahwa Kade atau Kadek berasal dari kata adi yang bermakna "adik". Pada umumnya, keturunan bangsawan Bali cenderung tidak menggunakan nama Nengah maupun Kadek. Mereka lebih memilih menggunakan kata Made atau Kadek.
3. Anak ketiga diberi nama depan Nyoman atau Komang. Nama Nyoman ditenggarai berasal dari kata anom yang berarti "muda" atau "kecil"; bentuk variasinya adalah nama Komang. Ada hipotesis bahwa nama Nyoman diambil dari kata nyeman (artinya "lebih tawar" dalam bahasa Bali), mengacu kepada perumpamaan tentang lapisan terakhir pohon pisang—sebelum kulit terluar—yang rasanya cukup tawar. Ada pula dugaan bahwa nama Nyoman dan Komang secara etimologi berasal dari kata uman yang berarti "sisa" atau "akhir" dalam bahasa Bali.
4. Anak keempat diberi nama depan Ketut, berasal dari kata ketuwut yang bermakna "mengikuti" atau "membuntuti". Ada juga yang mengkaitkan dengan kata kuno kitut yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang.
Hasil Akhir
Komentar
Posting Komentar